Minggu, 13 Juni 2010

Dimana posisi "Belajar Menari" dalam Teori Kecerdasan?

Hal yang paling menyenangkan ketika saya latihan menari di Sanggar Setu Babakan adalah melihat anak-anak kecil menari. Karena mereka begitu menikmati seperti ketika sedang bermain; seperti orang yang sedang bermain-main. Dan seringkali saya terkagum-kagum kepada kemampuan anak-anak tersebut karena bisa menguasai tarian hanya dengan melihat dan meniru gerakan seniornya dengan mudahnya! (Seraya mengutuk diri sendiri, karena merasa sangat lemot untuk menghafal gerakan,,, Yeuuww!!!)


Dan saya pun selalu merasa bahwa mereka adalah anak-anak yang cerdas. Sangat cerdas!


Dimana posisi "Belajar Menari" dalam Teori Kecerdasan?


Saya pun merangkum tulisan ini sebagai jawaban dari pertanyaan di atas. (Sebuah rangkuman yang sebenarnya ditujukan sebagai bahan resume riset untuk Proposal Eagle Awards Competition; tapi belum bisa berhasil diwujudkan,,, hehehe)


Yang anak usia 2-3 tahun lakukan adalah bermain dan bermain sepanjang hari. Itulah kata yang benar untuk merujuk pada proses belajar yang sesungguhnya. Dan bagaimana cara mereka belajar… oops… bermain? Mereka menggunakan semua pancaindra mereka. Mereka bermain dengan menggunakan indra penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan pengecapan secara bersamaan (p.85).


Faktor dominan yang menentukan keberhasilan proses belajar adalah dengan mengenal dan memahami setiap individu adalah unik dengan gaya belajar yang berbeda satu dengan yang lain (p.86).


The secret of genius is to carry the spirit of child into old age, which means never losing your enthusiasm –Aldous Huxley- (p.103).


Howard Gardner mendefinisikan kecerdasan sebagai 1)Kemampuan untuk memecahkan suatu masalah, 2)Kemampuan untuk menciptakan masalah baru untuk dipecahkan, 3)Kemampuan untuk menciptakan sesuatu atau menawarkan suatu pelayanan yang berharga dalam suatu kebudayaan masyarakat.


Kecerdasan yang ada pada diri manusia menurut Howard Gardner (p.106) antara lain 1)kecerdasan linguistic, 2)Kecerdasan logika-matematika, 3)Kecerdasan intrapersonal, 4)Kecerdasan interpersonal, 5)Kecerdasan musical, 6)Kecerdasan visual-spasial, 7)Kecerdasan kinestetik, 8)Kecerdasan naturalis.


Kemampuan menari bisa dikategorikan sebagai bentuk kecerdasan kinestetik. Kecerdasan kinestetik dan proses belajar yang didasarkan pada kecerdasan ini sering kali diabaikan atau bahkan tidak dihargai di sistem pendidikan kita. Sistem sekolah kita beranggapan bahwa kecerdasan linguistik dan logika-matematika jauh lebih berharga. Howard Gardner sendiri mengakui bahwa saat ini terjadi ketidakseimbangan dalam metode pendidikan. Ketidakseimbangan ini terjadi karena saat ini sekolah memisahkan antara unsur pikiran dan tubuh dalam proses belajar. Padahal, menurut tradisi Yunani, pendidikan harus melibatkan pikiran, emosi, dan tubuh fisik agar tercapai hasil pendidikan yang efisien dan maksimal (p.129).


Kecerdasan kinestetik tidak hanya meliputi gerakan tubuh semata, melainkan juga meliputi kemampuan untuk menggabungkan fisik dan pikiran untuk menyempurnakan suatu gerakan. Kecerdasan kinestetik dilatih dengan mulai mempelajari dan mengendalikan gerakan tubuh mengikuti gerakan yang sederhana. Semakin lama gerakan tubuh ini akan semakin rumit dengan mengikuti tempo yang sesuai dan dengan ketepatan yang tinggi (p.129). Kecerdasan kinestetik ini merupakan dasar dari pengetahuan manusia karena pengalaman hidup kita rasakan dan alami melalui pengalaman yang berhubungan dengan gerakan dan sensasi pada tubuh fisik (p.129).


Let's dance to be 'CERDAS' !!! :D


(Sumber: Gunawan, W. Adi. Born to be Genius. PT Gramedia Pustaka Utama . Jakarta, 2005.)

Written about an hour ago · ·

1 komentar: